All team Keluarga Cemara |
“Suku Baduy adalah sisi lain dari kehidupan ber -bangsa yang masih terus berusaha menjaga warisan dari tradisi leluhur,
selalu menjaga adat istiadat agar tak tersentuh oleh globalisasi maupun arus Modernitas”
MUKADDIMAH
Sebelum tulisan ini berlanjut ke inti cerita tentang perjalanan saya ke kota Serang, saya ingin bercerita sedikit tentang keluarga cemara saya yang telah di pertemukan beberapa tahun yang lalu di satu hobi yang sama dengan latar belakang yang berbeda. Mereka adalah manusia-manusia hebat yang selalu berhasil bikin saya nyaman, dari bercanda yang suka kelewatan, dari obrolan ga jelas, kami hanya serius kalau sudah bahas trip. Jika sudah bahas trip, mendadak semuanya menjadi serius, dimulai dari pembahasan meet point dimana, sewa mobil dan share budget kena berapa per orang. Jika membahas trip, mungkin di dalam otak masing-masing sudah terbayang bakalan ketemu sama orang gila ini lagi dan bakalan seru dibuatnya. Saya perkenalkan nama mereka satu persatu dengan cerita-cerita trip yang gokil, seru dan selalu bikin rindu.
Pertama, dia bernama Seven Malau panggilannya Ibenk, kami memanggilnya Ombenk biar praktis dan singkat, dan mungkin mukanya sudah seperti om om. Trip pertama dengannya ; nanjak ke gunung Prau di bulan puasa, terakhir dia sempat bilang kalau gunung yang pernah di dakinya adalah gunung ber tangga seperti bromo dan tangkuban perahu. Kami lalu meracuni otaknya buat ikut trip ke gunung Prau. Ketemu pertama kali sudah seperti orang gila tak tahu arah, sepanjang perjalanan dari Jogja sampai Wonosobo kerjaan di mobil di bikin ngakak dibuatnya kecuali tiba-tiba dia ngorok, ya ngorok seenak jidatnya tanpa dosa. Beberapa hari terakhir setelah habis trip ke Baduy, dia beralih profesi jadi tukang meme in foto foto teman-teman yang lain, iseng memang tapi ya semuanya di bikin ngakak dan rindu untuk berkumpul kembali dibuatnya.
Kedua, Enzat Bagus Hidayat, panggilannya Bagus Hidayat, kami manggil dia Om Enzat, Eva sama Tinae memanggil dia “Omen”, kadang panggilan Omen ada kemiripan dengan panggilan “Oman” cuman beda sama huruf E aja sih. Trip sekaligus pertemuan pertama dengannya di Jogja bersama Ira yang sekarang sudah menjadi emak-emak rempong yang mengurus anaknya, ponakan kami. Hal yang paling saya ingat sama dia ketika di bandara Juanda, Surabaya. Ketika agenda trip bareng ke Sumbawa. Entah gimana ceritanya di ruang tunggu bandara, kami saling whatsapp-an dan saling mencari di seluruh sudut ruangan. Ketika balik badan ke belakang, ternyata dia di belakang saya, seketika itu ruang tunggu yang ramai langsung gaduh dengan suara kami berdua sampai ada bapak-bapak sama emak-emak yang lihatin kami seperti teman yang belum ketemu selama bertahun-tahun.
Berdua sama Ombenk, tetap sibuk sendiri sendiri sama gadget masing masing |
Sebelum berangkat menuju Baduy, sempatin selfie sebentar |
Ketiga, Eva Fuad Aldy. Sang bendahara keluarga yang tegas nagih duit share budget. Cerita yang paling lekat sama Eva yaitu ketika dia percaya kalau di puncak gunung Sindoro ada yang jualan nasi padang, saya sendiri ngarep sekali ada yang jualan nasi lotek.
Ke empat, Nanang Tofik Illah, biasa di panggil Topik, beberapa teman lainnya suka manggil dia dengan panggilan Incez, entah sejarah dari mana bisa bisanya dia dipanggil begituan. Ketemu sama incez satu ini ketika pendakian ke gunung Sindoro, dia adalah manusia terakhir yang datang dengan jaket pramukanya.
Kelima, Rizka Amalia. Biasa di panggil Rizk atau Risk atau kak Rizka. Dia berasal dari Kalimantan Timur, Sangatta. Ketemu pertama di Trip eksplore Madura dan ketemu kedua kalinya di trip pendakian Merapi via New Selo, di pertemuan kedua dia berhasil membuat jantung saya hampir mau copot. Cara mengemudi mobil di medan berkelok kelok bikin saya senam jantung, berdoa terus menerus semoga selamat sampai tujuan.
Keenam, Rangga. Saya mengenalnya dari Om Enzat, kenal pertama kali ketika pendakian ke Merapi, pertemuan kedua ketika pendakian gunung Slamet dan pertemuan ketiga ketika trip ke Serang. Saya biasa memanggilnya brader. Karena kebiasaan kami hampir sama yaitu ngopi, maka yang ditanyakan ketika chat adalah “Jangan lupa ngopi brad, biar kayak manusia”.
Ketujuh, Tinae. Saya manggil dia hanya tina saja, yang lain semuanya di pakai “Tinae”. Kenal dia 5 tahun yang lalu ketika masih aktif nulis di forum Kompasiana. Saya penikmat tulisannya, tulisan yang dia tulis pertama tentang pulau kera di Kupang dan berhasil bikin ngiri ingin ke Timur tapi belum kesampaian sampai sekarang. Dari sejak kuliah sudah menggeluti traveling, bahkan dia sempat berjam-jam di bis menuju Ende ketika ke Klimutu pertama kali, dari dulu dia emang jarang pulang.
Kedelapan, Arryanto. Biasa di panggil Ucup atau Om Ucup. Dia adalah senior dalam pendakian Merapi, alat tempurnya (kamera) emang tak pernah ketinggalan ketika sedang ngetrip. Mungkin dia perlu diet buat mengecilkan perut yang tambah maju .
Kesembilan, Syahran Septian Tamimi Gultom. Biasa dipanggil Syahran saja. Kenal pertama kali sama seperti Topik, ketika pendakian ke gunung Sindoro. Kadang kalau dia bercanda, dibikinnya suasana serius dulu habis itu bercanda, lucu sih tapi gimana gitu kan akhirnya, agak garing tapi lumayan seru. Terakhir ke Jogja kemarin, dia berhasil meninggalkan warisan ajaran kartu yang sekarang dipakai teman-teman pendakian Slamet ketika lagi ngopi.
Kesepuluh, Suci Pringgahapsari. Biasa di panggil Cik atau Suci. Teman kampus beda fakultas dengan hobi yang sama; Jalan-jalan. Biasanya kalau sedang trip ke gunung dengan anggota lengkap, dia bagian masak memasaknya dibantu sama Tina.
Kesebelas, Wira Sitinjak. Biasa dipanggil Ira, kalau saya biasa memanggilnya beb. Alhamdulillah dia sudah bersuami dan sudah menjadi istri yang baik dan emak emak bagi anaknya, Andin.
Keduabelas, Langga. Saya bertemu dengannya ketika kopdar akbar di Jogja. Orangnya pendiem, suka sekali diem. Tapi begitu dia ngomong langsung menohok dan tepat sasaran, seperti anak panah yang dilepaskan gitu saja.
Sama brader Rangga |
Brader Rangga, hanya dia yang sadar kamera |
***
Karakter dari segala manusia yang saya kenalkan diatas sangat beragam bahkan berbeda, tapi kami disatukan oleh hobi yang sama, hobi yang menyatukan kami dan menjadikan keluarga cemara menjadi ada dan bagian dari kami. Trip ke kota Serang juga bersama dengan mereka, rencana yang di bahas terus setiap bulannya. Mereka-mereka ini berhasil membuat suasana menjadi nyaman, dan terkadang tak ingin beranjak pergi. Seperti ada magnet, menarik kuat kuat untuk selalu ingin terus berkumpul dan meng-agendakan bertemu di hari berikutnya.
Sebenarnya ke Kota Serang sudah direncanakan semenjak lama, rencana dan agenda fix tiga bulan sebelum hari H. Tuan rumah trip goes to Baduy adalah Om Enzat dan Brader Rangga, tuan rumah yang rumahnya siap dibikin berantakan. Kami menginap di rumah Om Enzat, rumahnya bisa dianggap seperti rumah sendiri, masak sendiri dan makan sendiri.
Sebenarnya ke Kota Serang sudah direncanakan semenjak lama, rencana dan agenda fix tiga bulan sebelum hari H. Tuan rumah trip goes to Baduy adalah Om Enzat dan Brader Rangga, tuan rumah yang rumahnya siap dibikin berantakan. Kami menginap di rumah Om Enzat, rumahnya bisa dianggap seperti rumah sendiri, masak sendiri dan makan sendiri.
Tinggalkan Komentar Anda di sini, Terima kasih telah berkunjung. EmoticonEmoticon