Gunung Lawu terletak diantara Desa Karanganyar Jawa tengah yang juga berbatasan dengan Magetan Jawa timur mempunya 3 jalur pendakian resmi ; Jalur pendakian Cemoro Kandang, Cemoro Sewu dan Candi Cetho, ketiga jalur tersebut mempunyai khas dan keunikan masing-masing bagi siapa saja yang ingin mencoba hal baru apalagi menyangkut dengan tantangan dan mental. Gunung Lawu sendiri mempunyai banyak kisah menarik yang sarat dengan sejarah Majapahit dan juga berkaitan erat dengan keraton Yogyakarta. Tak salah jika banyak dari orang -orang kejawen mendatangi gunung Lawu dengan maksud tertentu atau hanya berziarah biasa.
Mempunyai ketinggian 3265 MDPL dengan puncak tertinggi Hargo Dumilah, Lawu juga mempunyai keindahan alam yang mengagumkan, tak kalah indahnya dengan panorama keindahan gunung-gunung lainnya di Jawa tengah. Selain keindahan alam, sebelah jalur mau ke Hargo Dumilah, berjejer warung- warung makan, nama Mbok Yem menjadi nama yang legendaris bagi para pendaki dari pada warung yang lainnya, sebenarnya banyak sekali warung- warung yang ada di dekat puncak lawu. Kalau dari jalur cemoro sewu, di pos 5 sudah ada beberapa warung, di Sendang Drajad juga terdapat warung. Keberadaan warung- warung ini tidak hanya menyelamatkan para pendaki yang kelaparan tapi juga menyelematkan para peziarah yang kedinginan.
Tapi, diantara semua tempat di gunung Lawu via Candi Cetho, hanya pasar dieng yang paling menarik sekaligus mempunyai nuansa yang berbeda dari yang lainnya. Begitu masuk ke pasar dieng, rasanya benar -benar lain, hawa dan suasana keadaannya benar- benar bukan seperti biasanya, ditambah lagi ada batu yang tersusun rapi dan jalur yang begitu banyak.
Pos 2 gunung Lawu ditandai dengan pohon besar dan shelter, pohon tersebut mengelilingi shelter hingga terkesan suasana mistisnya. Cerita yang paling saya ingat ketika menjelang maghrib hujan turun deras membasahi tanah yang kering juga membasahi tas carier kami satu persatu. Begitu adzan maghrib berkumandang, sesuai etika pendakian kami semua berhenti ketika hujan masih deras-derasnya. Terpaksa kami membuka flysheat, mengambil kompor, kopi dan susu untuk menghangatkan tubuh kami masing- masing. Karena hujan, tubuh masing-masing dari kami mulai lelah dengan trek pendakian hingga suatu ketika ada teriakan pendaki, ntah itu pendaki atau tim SAR yang habis evakuasi korban.
Orang itu bilang kalau di pos 3 sudah sudah penuh dengan tenda, kami disarankan turun lagi ke pos 2 untuk camp di pos 2. kami tak bergeming dengan ucapan orang tersebut dan seketika semuanya saling melirik dan diam. Saya mulai memecah kesunyian menanyakan apakah kita lanjut atau memang mau turun lagi ke pos 2, tapi pos 2 sudah jauh berlalu dan tidak mungkin harus turun, akhirnya kami memutuskan untuk naik terus hingga pos 3. Akhirnya, setelah sampai pos 3 di pos tersebut masih ada yang kosong dan bisa buat mendirikan dua tenda, di depan shelter bisa di dirikan satu atau dua tenda. Alhamdulillah, di pos 3 kami langsung masak dan mendirikan tenda. Malam itu setelah makan malam, kami tidur dengan nyenyak.
Apa yang kalian tau tentang Bulak Peperangan? Menurut cerita orang-orang atau mitos di lereng gunung, Bulak peperangan adalah tempat berperangnya pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya V dan pasukan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Mitos tentang berperangnya dua pasukan dari kerajaan berbeda itu juga berdasarkan oleh mitos, mau percaya atau tidak itu urusan pribadi masing-masing. Tapi, bulak peperangan itu kini menjadi simbol pos 5, menurut mitos siapa saja yang camp di pos 5 bulak peperangan maka akan mendengar sayup sayup pasukan yang sedang berperang.
Yang mulai membosankan dari pendakian gunung Lawu via Candi Cetho seminggu yang lalu adalah jarak antara pos 4 ke pos 5 Bulak Peperangan. Melewati vegetasi yang rapat dengan sesekali dapat bonus. Lama berjalan terus-terusan dengan terkadang berhenti, ternyata pos 5terletak di sebelah bukit yang harus kami lewati terlebih dahulu. Mungkin kami capek tapi teman-teman yang lain mengisinya dengan foto foto. Sekitar jam 08.00 WIB pagi kami sampai di pos 5 Bulak peperangan. Pagi itu kami memasak dan sarapan di pos 5 bulak peperangan sembari ditemani pemandangan yang apik dan sangat indah.
Sabananya bagus sekali, luas dan treknya datar hingga tanjakan menuju pasar Dieng. Kanan kiri pepohonan rindang dengan semilir angin yang bisa bikin kamu tidur, adem dan nyaman. Sabana luas itu mungkin bisa buat lapangan helikopter atau pasar malam tapi gunung lawu punya pasarnya sendiri jika malam kan, pasar yang begitu ramai tapi tak kelihatan. Saya membayangkan mungkin dulu tempat ini adalah danau atau sebuah kawah karena memang menyerupai seperti sebuah kolam yang luas. Siang itu, diantara kami sudah mulai bosan dengan jalur yang begitu panjang, rasanya ingin segera sampai di warungnya mbok yem dan makan besar isi energi.
Sempat tertidur di jalur mau masuk ke area pasar Dieng hingga saya membangunkan mereka satu persatu untuk melanjutkan perjalanan kembali, sekalian istirahat lama di warung atas sekalian juga makan nasi pecel dan minum teh hangat. Sebelum sampai ke warung mbok Yem, kami melewati pasar Dieng yang baru kali itu saya melihat dan merasakan suasana yang tak biasanya. Bebatuan yang disusun rapi dan ada peringatan bahwa jangan ada yang mengotak atik yang ada di area pasar Dieng. Bisik saya dalam hati ingin merobohkan batu batu yang tersusun itu tapi seperti ada yang menyuruh jangan melakukannya. Apakabar jika sampai aku robohkan batu batu yang tersusun itu ya hehe.
Begitu sampai di warung, kami langsung pesan nasi pecel, gorengan dan teh hangat untuk charger tubuh biar lebih kuat sampai ke atas puncaknya. Sehabis makan, merokok, minum, team kecuali saya dan dadan membaringkan tubuh lalu tiba-tiba suara bunyi ngorok yang dalam sekali. Bunyi ngorok bersahut-sahutan itu ingin sekali saya rekam tapi rasanya begitu malas mau buka tas lagi. Saya urungkan kembali niat itu, saya langsung membangunkan teman-teman biar ga terlalu siang sampai ke puncak Hargo Dumilah.
Setapak demi setapak, tanjakan PR menuju puncak kembali kami jalani. Jalur ini kata Ibu-ibu dan Bapak -bapak yang tadi di warung hanyalah 15 menit, mungkin bagi kami setengah jam lebih ya hehe. Setengah jam bersama jalur trek menanjak dengan jalur bebatuan akhirnya kami sampai di puncak Hargo Dumilah tepat jam 12.30. Kami saling berpelukan, jalan panjang telah kami lalui akhirnya sampai di titik dimana kami begitu lemah, titik puncak, puncak Hargo Dumilah. Di puncak kami bertemu dengan rombongan para peziarah yang dari subuh mendaki ke atas puncak, sebelahnya rombongan dari Jombang mem-bakar 3 dupa, baunya sampai kemana- mana sampai saya sendiri mencium bau dupa tersebut. Kami sepakat mau turun jam 13.30 WIB biar tak kesiangan sampai pos 3 secara kami meninggalkan dua teman kami di tenda di pos 3. Terima kasih ya Allah telah memberikan kekuatan yang cukup hingga kami sampai di tempat yang sebenarnya menjadi titik lemah kami sebagai manusia, titik puncak Hargo Dumilah.
NB :
Pos 1 Mbah Branti
Pos 2Brakseng
Pos 3 Cemoro Dowo
Pos 4 Penggik / Dolorante
Pos 5 Bulak Peperangan
Tapak Menjangan
Sabana
Pasar Dieng
Hargo Dalem
Warung Makan Mbok Yem
Hargo Dumilah (puncak tertinggi)
Lokasi basecamp :
Tapi, diantara semua tempat di gunung Lawu via Candi Cetho, hanya pasar dieng yang paling menarik sekaligus mempunyai nuansa yang berbeda dari yang lainnya. Begitu masuk ke pasar dieng, rasanya benar -benar lain, hawa dan suasana keadaannya benar- benar bukan seperti biasanya, ditambah lagi ada batu yang tersusun rapi dan jalur yang begitu banyak.
Pos 2 gunung Lawu via Candi Cetho |
pos 2 gunung Lawu via Candi Cetho |
Orang itu bilang kalau di pos 3 sudah sudah penuh dengan tenda, kami disarankan turun lagi ke pos 2 untuk camp di pos 2. kami tak bergeming dengan ucapan orang tersebut dan seketika semuanya saling melirik dan diam. Saya mulai memecah kesunyian menanyakan apakah kita lanjut atau memang mau turun lagi ke pos 2, tapi pos 2 sudah jauh berlalu dan tidak mungkin harus turun, akhirnya kami memutuskan untuk naik terus hingga pos 3. Akhirnya, setelah sampai pos 3 di pos tersebut masih ada yang kosong dan bisa buat mendirikan dua tenda, di depan shelter bisa di dirikan satu atau dua tenda. Alhamdulillah, di pos 3 kami langsung masak dan mendirikan tenda. Malam itu setelah makan malam, kami tidur dengan nyenyak.
Pos 5 Bulak peperangan |
Pemandangan di Bulak Peperangan pos 5 |
Apa yang kalian tau tentang Bulak Peperangan? Menurut cerita orang-orang atau mitos di lereng gunung, Bulak peperangan adalah tempat berperangnya pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya V dan pasukan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah. Mitos tentang berperangnya dua pasukan dari kerajaan berbeda itu juga berdasarkan oleh mitos, mau percaya atau tidak itu urusan pribadi masing-masing. Tapi, bulak peperangan itu kini menjadi simbol pos 5, menurut mitos siapa saja yang camp di pos 5 bulak peperangan maka akan mendengar sayup sayup pasukan yang sedang berperang.
Yang mulai membosankan dari pendakian gunung Lawu via Candi Cetho seminggu yang lalu adalah jarak antara pos 4 ke pos 5 Bulak Peperangan. Melewati vegetasi yang rapat dengan sesekali dapat bonus. Lama berjalan terus-terusan dengan terkadang berhenti, ternyata pos 5terletak di sebelah bukit yang harus kami lewati terlebih dahulu. Mungkin kami capek tapi teman-teman yang lain mengisinya dengan foto foto. Sekitar jam 08.00 WIB pagi kami sampai di pos 5 Bulak peperangan. Pagi itu kami memasak dan sarapan di pos 5 bulak peperangan sembari ditemani pemandangan yang apik dan sangat indah.
Setelah dari pos 5 bulak peperangan, jalur akan seperti ini dan sabananya bagus sekali. keindahannya menakjubkan |
Tanjakan setelah melewati sabana |
Sempat tertidur di jalur mau masuk ke area pasar Dieng hingga saya membangunkan mereka satu persatu untuk melanjutkan perjalanan kembali, sekalian istirahat lama di warung atas sekalian juga makan nasi pecel dan minum teh hangat. Sebelum sampai ke warung mbok Yem, kami melewati pasar Dieng yang baru kali itu saya melihat dan merasakan suasana yang tak biasanya. Bebatuan yang disusun rapi dan ada peringatan bahwa jangan ada yang mengotak atik yang ada di area pasar Dieng. Bisik saya dalam hati ingin merobohkan batu batu yang tersusun itu tapi seperti ada yang menyuruh jangan melakukannya. Apakabar jika sampai aku robohkan batu batu yang tersusun itu ya hehe.
Mereka kecapean sampai ketiduran, mereka lelah juga sama beban hidup *eh |
Pasar Dieng tersusunnya batu batu dengan begitu rapi ( sumber foto ) |
Makan besar, makan pecel di warung bukan mbok yem, ntahlah siapa namanya ibu itu hehe |
Begitu sampai di warung, kami langsung pesan nasi pecel, gorengan dan teh hangat untuk charger tubuh biar lebih kuat sampai ke atas puncaknya. Sehabis makan, merokok, minum, team kecuali saya dan dadan membaringkan tubuh lalu tiba-tiba suara bunyi ngorok yang dalam sekali. Bunyi ngorok bersahut-sahutan itu ingin sekali saya rekam tapi rasanya begitu malas mau buka tas lagi. Saya urungkan kembali niat itu, saya langsung membangunkan teman-teman biar ga terlalu siang sampai ke puncak Hargo Dumilah.
Setapak demi setapak, tanjakan PR menuju puncak kembali kami jalani. Jalur ini kata Ibu-ibu dan Bapak -bapak yang tadi di warung hanyalah 15 menit, mungkin bagi kami setengah jam lebih ya hehe. Setengah jam bersama jalur trek menanjak dengan jalur bebatuan akhirnya kami sampai di puncak Hargo Dumilah tepat jam 12.30. Kami saling berpelukan, jalan panjang telah kami lalui akhirnya sampai di titik dimana kami begitu lemah, titik puncak, puncak Hargo Dumilah. Di puncak kami bertemu dengan rombongan para peziarah yang dari subuh mendaki ke atas puncak, sebelahnya rombongan dari Jombang mem-bakar 3 dupa, baunya sampai kemana- mana sampai saya sendiri mencium bau dupa tersebut. Kami sepakat mau turun jam 13.30 WIB biar tak kesiangan sampai pos 3 secara kami meninggalkan dua teman kami di tenda di pos 3. Terima kasih ya Allah telah memberikan kekuatan yang cukup hingga kami sampai di tempat yang sebenarnya menjadi titik lemah kami sebagai manusia, titik puncak Hargo Dumilah.
Full team puncak Hargo Dumilah |
NB :
- Jalur pendakian lawu via Candi Cetho kata penduduk sekitar tidak boleh dilakukan pada malam hari.
- Seluruh pendakian mempunyai trek yang cukup menanjak dan jika menjelang maghrib team harap berhenti
- Keseluruhan pendakian ada 5 pos, pos ke 5 bernama Bulak Peperangan
Pos 1 Mbah Branti
Pos 2Brakseng
Pos 3 Cemoro Dowo
Pos 4 Penggik / Dolorante
Pos 5 Bulak Peperangan
Tapak Menjangan
Sabana
Pasar Dieng
Hargo Dalem
Warung Makan Mbok Yem
Hargo Dumilah (puncak tertinggi)
Lokasi basecamp :
2 komentar
Write komentarUdah sering denger tentang cerita horor di pasar dieng ahaha...
ReplySetelah pos 5 pemandangannya keren bgt yah.. jadi iri.. -___-
-Traveler Paruh Waktu
Emang di dieng nyeremin banget mas, baru masuk aja udah ngeri ngeri sedep. hehe
Replyyapp bener banget setelah pos 5 sabananya dan pemandangannnya keren abis..
Tinggalkan Komentar Anda di sini, Terima kasih telah berkunjung. EmoticonEmoticon